Wednesday, July 15, 2009

PENYAKIT SISTEMIK


1.1. DIABETES MELLITUS 4

Pruritus pada Diabetes Melitus merupakan keluhan yang sering terdengar, tetapi tidak selalu ada. Sensasi tersebut tidak hanya disebabkan oleh hiperglikemia, tetapi juga oleh iritabilitas ujung-ujung saraf dan kelainan-kelainan metabolik di kulit.
Pruritus terutama berlokalisasi di daerah anogenital (pruritus ani/vulvae/skroti) dan daerah-daerah intertriginosa (terutama sub-mama pada wanita dengan adipositas).
Kadar gula kulit (glukosa kulit) merupakan 55% kadar gula darah (glukosa darah) pada orang biasa. Pada diabetes rasio meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah yang sudah meninggi. Pada penderita yang sudah diobati pun rasio melebihi 55%. Kadar glikogen pada sel-sel epitel kulit dan vagina meningkat, hingga menimbulkan ”diabetes kulit” (URBACH). Keadaan tersebut merupakan faktor predisposisi timbulnya dermatitis, kandidosis, dan furunkulosis.



1.2. PENYAKIT HEPAR 4

Pruritus merupakan keluhan yang sering terdengar dan lebih berat, bila juga ada kolesteatosis (kenaikan kolesterol atau ester-esternya). Walaupun asosiasi dengan garam-garam empedu sering diperkirakan, tetapi korelasi antara konsentrasi zat-zat tersebut di darah dengan beratnya pruritus tidak selalu ada. Beberapa zat empedu telah terbukti ada di dalam kulit pada penderita pruritus.

3.3. PENYAKIT GINJAL4


Pruritus renal dapat terjadi, walaupun tidak selalu pada kegagalan ginjal. Pruritus
bersifat generalisata dan kadang-kadang berat. Mekanismenya ialah sebagai berikut:
1. retensi zat-zat yang terdiri atas pelbagai konstituen di dalam darah. Hal ini disebabkan karena ginjal gagal mengekskresikannya. Bila berat timbul uremia. Biasanya jika dialisis dimulai pruritus menghilang.
2. hiperparatiroida sekunder, dalam hal demikian pruritus akan timbul lagi sesudah dialisis.
3. retensi pruritogen yang terdiri atas pelbagai zat dengan berat molekul menengah.
4. ekskresi zat-zat yang mengandung nitrogen ke permukaan kulit.
Pruritus secara klinis akan mengakibatkan ekskoriasi dan likenifikasi. Nodus-nodus pruritik jarang tampak, bila ada maka berlokalisasi di bagian ekstensor ekstremitas.



DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Suria., Hubungan Kelainan Kulit Dan Penyakit Sistemik., Dalam: Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI. Jakarta. 2005.

Saturday, July 4, 2009

CANDIDOSIS VULVOVAGINITIS 4,7,9

DEFINITION
Candidosis vulvovaginitis or also called vulvovaginitis is kandidiasis infection vagina and/or vulva of acute or subakut caused by Candida species,
usually species by Candida albicans (81%) or sometimes T. Glabrata (16%), other species (C.tropicalis, C.stellatoidea, C.pseudotropicalis, C.krusei) are very rare, only around 3%.

Epidemiology
Frequency of women's experience candidosis vulvovaginitis is 20-50% of all women, another source said candidosis vulvovaginitis is the frequency of 45% of all cases of vaginitis.
Candida culture found on the woman who asymptomatic as much as 20-50%, and approximately 75% experienced by women in the United States,
there are no racial differences in predilection candidosis vulvovaginitis, and generally the age of adolescents and adults.

Etiology
The cause is tersering Candida albicans that can diisolasi from the skin, mouth, vagina and mukosa membrane feses normal people.
Candida microorganisms grow as komensal at 40-80% healthy human form blastospora without capsule oval shape,
and reproduce through the formation of the shoot, hifa a thin, lengthwise, and can not fork tunbuh in culture or in vivo as a sign of the disease is active / budding.