Sunday, June 7, 2009

INFEKSI

1.1. KANDIDOSIS VULVOVAGINITIS 4,7,9

DEFINISI
Kandidosis vulvovaginitis atau disebut juga kandidiasis vulvovaginitis adalah infeksi vagina dan/atau vulva yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans (81%) atau kadang-kadang T. Glabrata (16%), spesies lain (C.tropicalis, C.stellatoidea, C.pseudotropicalis, C.krusei) sangat jarang, hanya berkisar 3%.

EPIDEMIOLOGI
Frekuensi wanita mengalami kandidosis vulvovaginitis adalah 20-50% dari seluruh wanita, sumber lain mengatakan frekuensi kandidosis vulvovaginitis adalah sebesar 45% dari seluruh kasus vaginitis. Kultur Candida ditemui pada wanita yang asimtomatik sebanyak 20-50%, dan sekitar 75% dialami oleh wanita di Amerika Serikat, tidak terdapat adanya perbedaan ras dalam predileksi kandidosis vulvovaginitis, dan umumnya menyerang usia remaja dan dewasa.

ETIOLOGI
Penyebab tersering ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina dan feses orang normal. Candida tumbuh sebagai mikroorganisme komensal pada 40-80% manusia sehat berupa blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang dan dapat tunbuh dalam biakan atau in vivo sebagai tanda penyakit yang aktif/budding.

Moses membagi etiologi kandidosis vulvovaginitis menjadi:
c. Kandidosis vulvovaginitis akut, disebabkan oleh Candida albicans (90%).
d. Kandidosis vulvovaginitis kambuhan, disebabkan oleh Candida glabrata (15%), C.parapsilois, Saccaromyces cereviceae.

FAKTOR PREDISPOSISI
Kandidosis vulvovaginitis banyak menyerang wanita dalam masa subur, kebanyakan dengan faktor resiko yang menyebabkan perubahan dari pembawa asimtomatik menjadi simtomatik. Faktor-faktor tersebut adalah :
4. Faktor endogen, yang meliputi:
a. Perubahan fisiologik:
? Kehamilan
? Kegemukan
? Debilitas
? Premenstrual
? Keadaan imunodepresi
? Iatrogenik
? Diabetes Mellitus
b. Medikasi:
? Penggunaan obat antibiotik dan kortikosteroid jangka lama.
? Alat-alat kontrasepsi (IUD, kondom, diafragma, spons) dan kotrasepsi oral.
5. Faktor eksogen, yang meliputi:
? Iklim, panas, kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat.
? Keadaan higenitas.
? Pemakaian pakaian yang berbahan panas, tidak menyerap keringat, terlalu ketat seperti bahan nylon.

GEJALA KLINIS
Gejala :
? Asimtomatik pada 20-50% wanita
? Rasa panas
? Sekret berwarna keputihan, tidak berbau tapi kadang berbau masam/asam
? Iritasi pada vulva
? Rasa gatal (itching)
? Disuria
? dispareuni
Tanda:
? vulvitis dengan eritem dan edema vulva
? fisura perineal
? pseudomembran
? lesi satelit papulopustular disekitar pseudomembran
? karakteristik duh vagina berbentuk keju berwarna putih
? terdapat vaginitis dan ekskoriasivitis baik pada pemeriksaan langsung maupun dengan kolposkopik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. Pemeriksaan mikroskopik
Pada pemeriksaan mikroskopik sekret vagina dengan sediaan basah KOH 10% dapat terlihat adanya bentuk ragi (yeast form): blastospora dan pseudohifa (seperti sosis panjang tersambung). Dengan pewarnaan Gram dapat ditemukan pseudohifa yang bersifat Gram positif dan blastospora.
7. Kultur fungal positif
Jarang dilakukan, tetapi berguna dalam mengidentifikasi penyebab kandidosis vulvovaginitis kambuhan/ rekuren.
8. Candida on Pap Smear
Spesifik tetapi tidak sensitif.
9. Konfirmasi PH vagina
Normal PH vagina adalah 4-4,5
10. Tes amin (sniff/amin odor test)
Hasil positif pada kandidosis vulvovaginitis, negative pada vaginitis bacterial.

DIAGNOSIS BANDING
1. Penyebab vaginitis lainnya seperti:
c. Vaginosis bakterial
d. Trikomoniasis
2. Infeksi servisitis
6. Vaginitis alergi atau vulvitis
4. Vulvodinia
5. Liken planus

PENATALAKSANAAN
Pengobatan kandidosis vulvovaginitis dengan obat anti kandida topikal krim maupun tablet vaginal. Preparat azol lebih efektif daripada nistatin. Pengobatan menghasilkan penyembuhan 80-90%.
III. Pengobatan topikal:
? mikonazol 200 mg intravaginal/hari selama 3 hari
? klotrimazol 200 mg intravaginal/hari selama 3 hari
? klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal
? butoconazol 2% krim vulva diberikan selama 1-7 hari
? nistatin 100.000 IU intravaginal/hari selama 7-14 hari
? klotrimazol 1 % atau mikonazol 2 % atau tiokonazol 6,5% krim vulva 7-14 hari
IV. Pengobatan sistemik:
Beberapa uji coba menunjukkan hasil pengobatan oral dengan flukonazol, ketokonazol, atau itrakonazol sama efektifnya dengan pengobatan topikal. Penggunaan secara oral memang lebih mudah, tetapi potensi toksisitasnya khususnya ketokonazol harus dipertimbangkan.
a. Pemberian nistatin secara oral tidak terbukti efektif untuk pengobatan kandidosis vulvovaginitis.
b. Pemberian ketokonazol dosis 2 x 200 mg selama 5 hari, atau
c. Flukonazol 150 mg sebagai dosis tunggal
d. Untuk pengobatan kandidosis vulvovaginitis kambuhan atau rekuren:
? Pengobatan setiap bulan dengan satu klotrimazol 500 mg intravaginal, atau
? Ketokonazol 200 mg/hari selama 5 hari setiap bulan, atau
? Flukonazol 150 mg oral setiap bulan.

e. Untuk pengobatan profilaksis:
Flukonazol 150 mg dosis tunggal setiap minggu sampai bulan dengan monitor enzim liver 1-2 bulan. Flukonazol ditoleransi baik dan aman, dan merupakan pengobatan standar kandidosis vulvovaginitis yang mengalami kekambuhan, tidak seperti ketokonazol yang hepatotoksik. Penggunaan selama 6 bulan tidak mengakibatkan resisten terhadap flukonazol, penggunaan flukonazol pada orang yang imunodefisiensi dapat mengakibatkan resistensi.
III. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.

PROGNOSIS
Kandidosis vulvovaginitis dapat sembuh dengan baik dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika terjadi reinfeksi atau tidak adekuatnya pengobatan, kandidosis vulvovaginitis bisa menjadi kambuh.


1.2. TRIKOMONIASIS 2,4

DEFINISI
Adalah infeksi saluran urogenital yang dapat bersifat akut atau kronik dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis pada saluran urogenital dapat menyebabkan vaginitis dan sistitis. Walaupun sebagian besar tanpa gejala, akan tetapi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang tidak kurang pentingnya, misalnya perasaan dispareunia, kesukaran melakukan hubungan seksual yang dapat menimbulkan ketidakserasian dalam keluarga.
Pada pria dapat menyebabkan uretritis dan prostatitis yang kira-kira merupakan 15% kasus uretritis non gonore.

INSIDENSI
Penularan umumnya melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga melalui pakaian, handuk, atau karena berenang. Oleh karena itu trikomoniasis ini terutama ditemukan pada orang dengan aktifitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan pada bayi dan penderita setelah menopause. Penderita wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.

ETIOLOGI
Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis, yang pertama kali ditemukan oleh Donne pada tahun 1836. Merupakan flagelata berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang.
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana PH 5-7,5. Pada suhu 50º C akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu Oº C dapat bertahan sampai 5 hari.

PATOGENESIS
T. vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel. Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat dalam sekret.

GEJALA KLINIS
1. Pada wanita:
? Sekret vagina seropurulen berwarna kekuningan sampai kuning-hijau.
? Berbau tidak enak (malodorous) dan berbusa.
? Vulva atu vagina yang terasa gatal.
? Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab.
? Terkadang timbul strawberry appearance.
? Dispareunia, perdarahan post coitus dan perdarahan intermenstrual.

2. Pada Laki-laki:
? Disuria
? Poliuria
? Sekret uretra mukoid atau mukopurulen.
? Urin biasanya jernih, tetapi kadang ada benang-benang halus.

DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan mikroskopis sediaan basah, sediaan basah dicampur dengan garam faal dan dapat dilihat pergerakan aktif parasit.
2. Sediaan hapus
3. Pembiakan, dapat digunakan bermacam-macam perbenihan yang mengandung serum.

PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan Topikal
? Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrogen peroksida 1-2% dan larutan asam laktat 4%.
? Bahan berupa supositoria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal.
? Jel dan krim yang berisi zat trikomoniasidal.
2. Pengobatan Sistemik
? metronidazole : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg per hari selama 7 hari
? nimorazol : dosis tunggal 2 gram
? tinidazol : dosis tunggal 2 gram
? omidazol : dosis tunggal 1,5 gram
3. Anjuran pada penderita:
? Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi pingpong.
? Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum dinyatakan sembuh.
? Hindari pemakaian barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi.

No comments:

Post a Comment